Seruni Munandar,
siang itu bersandar lunglai di ujung peraduan mimpi sebuah kursi goyang dekat
kolam renang kecil di rumahnya. Tanaman hias yang berbaris di kolam itu telah
menjulang agak tinggi menjadi pohon, tampaklah akar berusaha keluar membuat
pot-pot retak. Angin pun berhembus dan terdengar dari tanaman meski tak mampu
membelai rambut Ibu Seruni. Setidaknya udara siang ini tidak menghindar
mengantarkan sebuah mimpi untuk sejenak merayunya bernapas lega, meski hanya
melalui ilusi.
Mimpi
berkehendak, ilusi bukan hanya dalam mimpi anggap Seruni kini. Dulu pertama
kali Seruni jatuh cinta pada Akhirul suaminya yang akhirnya hubungan
persenggamaan mereka dilegalkan oleh institusi agama, sekarang bagi Seruni
semua itu hanyalah ilusi, tak beda dengan mimpi.