Tuhan
itu bukan satu. Tapi karena kita tidak tahu.
Bilangan
cacah itu payah, bilangan yang ada didunia untuk membeda-bedakan sesuatu.
Padahal jika kau adalah makhluk yang mengaku milik Tuhan, kau pasti tak akan
mau jika Tuhan yang kau miliki ditimbang dengan sesuatu, “bilangan cacah”.
Tuhan
tak bisa diukur dengan apapun, kita bisa mengukur karena kita berada di dunia
yang tak memiliki sifat dasar Ketuhanan. Jadi mulut besar saja kita jika dalam
hati kau tersimpan Tuhan Yang Maha
Satu.
Dunia
saya adalah dualisme sementara Tuhan itu monolitik. Tuhan tak punya kamus baku
antara laki-laki perempuan, rasa sakit rasa senang. Itu adalah kamus di dunia
saya yang bangsat. Yang tak bisa saya pungkiri karena saya dan dunia saya ini
adalah satu kesatuan untuk saling mengisi.
Tuhan
itu bukan satu, tapi memiliki sifat kesatuan, tak terbagi atas apapun, tak ada
panas dan dingin, tak ada sakit dan senang, tak ada laki-laki dan perempuan.
Jika
Yesus berhasil menjadi Tuhan, jika Budha juga berhasil menjadi Tuhan, maka kau
manusia yang juga sama seperti Yesus dan Budha, kau pun atau saya juga punya
kesempatan sama untuk menjadi Tuhan. Dengan perjalanan panjang terlebih dahulu
menikmati alam dualisme untuk berada di alam monolitik. Bukan putus asa lalu tiba-tiba memutus dualitas
dengan menjadi biarawati atau bhiksuni.
Amartanie Oktaviana
Jakarta, 6 Juli 2013
16:03 WIB