Tweet |
Dara memiliki empat tatto ditubuhnya, dia bilang
keputusannya membuat tatto adalah untuk mengidentifikasi tubuh, jika nanti ada
yang membunuh dirinya lalu memotong-motong bagian tubuh itu, pasti potongan
tubuh adalah informasi faktual siapa
bangkai malang tersebut. Inilah alasan Dara kepada orangtuanya ketika pertama
kali memutuskan untuk merajah tubuh mulus dan lembut itu. Tapi waktu itu Ibu
sempat mengkhawatirkan pandangan miring orang-orang terhadap anak perempuan satu-satunya
yang cerdas ini. Dara bukan berkelenyit, kata-kata untuk menimpali omongan
ibunya adalah sindiran pasti atas niatan terbesarnya, ia bilang.
“Ibu yang memberi makan tubuhku, sehingga dapat tumbuh
sampai sekarang, aku yang merawatnya, Tuhan, agama, bahkan orang-orang tak
punya hak mengatur tubuh mutlak milikku.”
Akhirnya kedua orangtua Dara setuju, ia segera pergi ke
Bali, naik kereta ekonomi Sri Tanjung yang sesak dengan bau keringat orang-orang yang kadang
sesekali tercium bau pesing dari kamar mandi tak layak pakai, sampailah ia di Stasiun Bayuwangi Baru, lalu berjalan kaki tidak terlalu jauh menuju Pelabuhan Ketapang.
Niatnya sangat besar karena itulah bukti pilihan hidupnya, meski waktu mengisyaratkan
malam yang larut, pukul setengah sebelas. Setelah berhasil menginjak pelabuhan
yang kotor dengan bau amis air laut yang tak jernih itu, ia menaiki bus Damri jurusan
Jember – Ubung. Dara pun berhasil menginjak Bali dengan selamat walaupun jalanan
terlalu berbahaya untuk dirinya karena ia adalah perempuan dan hanya sendirian.
Dara tak peduli biar saja laki-laki bangsat menggodanya, mereka hanya dapat
melihat dengan air liur yang terangsang keluar dari mulut bejat, tapi mereka
tak kan pernah bisa menyentuh tubuhnya, karena para laki-laki itu tak punya hak
barang sedikit pun, tubuh Dara adalah miliknya, Mutlak!!!
Dara pulang ke kota Malang yang kini sama sekali jauh dari
anggapan orang bahwa Malang adalah kota dingin, ia senang meruah dengan tatto
baru di perutnya, keinginan Dara adalah pilihanya, meski harus terbayar mahal
oleh pandangan miring orang-orang yang mulutnya bersuara semburan tai. Gadis
berusia dua puluh tiga tahun ini dengan bangganya memamerkan tatto baru kepada
orangtua, sambil berkata.
“Ternyata tidak terasa di tatto daripada sakit hati.”
Dara minta pamit pulang ke Jogja untuk menyelesaikan
kuliah, tanpa malu ia mengenakan baju yang memperlihatkan sedikit perutnya, sama
sekali Dara menghiraukan perempuan-perempuan berkerudung yang mengaku perawan dan
suci melempar pandangan yang tercium sangat busuk, seperti bau bangkai tikus
yang terjepit di vaginanya.
*
Orang kedua sebagai objek pamer tatto Dara adalah pacarnya.
Dia juga bertatto, banyak bahkan, hampir seluruh tubuh, sebenarnya Tapan tak menyetujui
Dara yang memutuskan untuk ber-tatto. Tapi larangan itu harus dibuangnya
jauh-jauh karena Dara berhasil membuat orangtuanya mengangguk setuju, Tapan
kalah telak.
“Bagus Dik.”
“Perjuanganku ga rugi untuk pergi ke Bali. Artis
tatto-nya Bernie Luther lho.”
“Enak ya artist tattonya bisa pegang tubuhmu.”
“Coba kamu ulangi lagi!!” Dara mulai naik pitam dengan
pernyataan Tapan.
“Aku nglarang itu sebenarnya demi kebaikan-mu, aku ga rela
orang lain megang tubuh kamu, karena kamu itu milikku, cuma aku yang berhak pegang
dan menikmati tubuhmu Dik.”
“Asu... he.. Su...Asu, aku bukan lonthe pribadimu yang memberi tubuhku dengan
gratis.”
“Aku ga minta bayaran sekarang, tapi mulai saat ini lebih
baik kamu pergi ke Pasar Kembang aja.” Kemarahan Dara memuncak.
Dara menampar Tapan lalu pergi dari kos Tapan yang dipenuhi
kertas-kertas sketsa tatto berserakan serta beberapa lukisan karya Tapan yang di
pajang di tembok kombinasi warna merah hitam ruangan kos berukuran 4 x 6, yang
bebas untuk mempraktikan prostitusi gratisan.
Dara sudah
pasti memutus Tapan, ia hanyalah laki-laki tak berguna dan tak pantas untuk disimpan sebagai partner kelamin, karena Tapan sama sekali
tak menghargai perempuan dan hanya mempertimbangkan sayang terhadap Dara dari segi tubuhnya belaka, ditambah lagi Tapan itu tidak
adil memperlakukan Dara, ia ber-tatto tapi melarang Dara. Kata Asu terlalu lembut untuknya, Dara menyebut
Tapan Iblis Jahaman. Sebelum pergi Dara meninggalkan kalimat terakhir untuk
Tapan.
“Aku memang butuh sex karena alat reproduksiku telah
aktif bekerja, tapi aku butuh seseorang yang punya hati, karena sex itu sensitif
dan berhubungan dengan hati. ASU!!!
“Kau telah menikmati kelaminku, itu sama artinya dengan
hati-ku. Dan di dalam hati-ku telah yakin untuk memutuskan sebuah tatto ditubuhku.”
Dara menambah kalimatnya dengan geram.
*
Tidak kurang dari satu bulan, Dara berhasil melupakan
Tapan laki-laki tak berguna itu, sebenarnya banyak kesamaan antara Tapan dan Dara,
sama-sama beralkohol, sama-sama ber-marijuana, tapi tidak sama-sama menjaga
komitmen dengan hubungan sex mereka, Tapan itu merupakan laki-laki bispak asu. Berbeda dengan Dara, meski
ia pernah melakukan hubungan sex sengan orang lain, tapi Dara tak lantas meninggalkan
laki-laki itu tanpa hati, karena Dara melakukannya dengan hati, lalu Dara memberi
pengertian bahwa ia memang punya pacar, Dara dan laki-laki lain itu mengkomunikan
sebuah keputusan untuk kebaikan ke depan, Dara kembali kepada Tapan juga, kala
itu. Pertimbangan Dara untuk memutus Tapan saat ini tepat, kecuali jika Tapan menepati komitmen mereka.
Keberhasilan Dara melupakan Tapan membuatnya kini bertemu dengan Palon, ia adalah laki-laki ideal
menurut Dara, bersama Palon ia menambah koleksi tatto-nya. Palon tak pernah
menuntut apapun, tak pernah melarang bagaimapun, tak pernah memberi sekat
sekalipun. Dara sangat nyaman berada diposisinya bersama Palon. Mereka berhasil
menjalin hubungan lebih dari dua tahun, tanpa ada pertengkaran sekalipun.
*
Umur Dara kini bertambah dua tahun. Ia sangat senang
menyanyikan lagu Kozmic Blues sekarang karena terdapat kalimat yang mengisyaratkan usianya.
“Dawn has come at last, Twenty-five years, honey just in one
night, oh yeah. Well,
I’m twenty-five years older now. So
I know we can’t be right. And
I’m no better, baby. And
I can’t help you no more. Than
I did when just a girl.”
Hari
ini ulang tahun Dara, dikamar kosnya yang lebih tepat sama sekali tidak seperti
kamar kos cewek pada umumnya, ia berniat bersih-bersih sambil berteriak tidak
jelas menirukan syair lagu Kozmic Blues. Usia baru harus dengan suasana baru,
ada satu niatan lagi, yaitu tattoo baru. Dua tahun ia mengumpulkan mental untuk
merajah dada-nya, katanya adalah bagian yang sakit untuk di-tatto. Demi hari
ini, demi usia barunya, demi mental-nya, Dara harus membuat kado terindah untuk
dirinya sendiri.
Teriakan
Dara yang sok nge-blues terhenti dengan suara ketukan pintu, ini lebih baik
karena suara itu sangat fals, mungkin Janis Joplin akan marah mendengar Dara
menyinyikan lagunya dengan sangat jelek. Palon datang membawa black forest dengan satu lilin menyala. Dara
tersipu lalu meniup api itu.
“Kok
lilinnya cuma satu, umurku kan dua lima sekarang??”
“Untuk
satu permintaan kamu yang akan kukabulkan hari ini.”
“Sweet.. Palon!”
“Ayo
buruan, kamu mau minta apa?”
“Oke,
ini sebuah obsesi terpendam atas mental yang telah ku kumpulkan lama.”
“Apaan
tuh?”
“Tatto
roda darma dengan tulisan horizontal semoga semua makhluk berbagia memakai huruf
jawa di dada, tepat di atas panyudara.”
“Kenapa
harus di situ? Ga nyari tempat lain?”
“Kenapa
emang?”
“Pasti
panyudara mu kepegang dong pas di-tatto.”
“Kamu
kok mikir gitu sih? Aku pikir kamu tuh…”
“Cukup
Ra.. aku ga iklas kalau tempatnya di situ.”
Hari
ulang tahun yang membuat dada Dara tersentak, ia pikir Palon benar-benar
laki-laki yang setuju dengan prinsip Dara. Bahwa tubuh adalah mutlak miliknya,
agama, sosial, bahkan Tuhan tidak berhak ikut campur atas tubuhnya. Tapi Dara
salah.
“Apa
yang salah dengan panyudara?”
“Gila,
itu tempat sensitif perempuan.”
“Aku
ga minta dada-ku menonjol, itu cuma kebetulan karena aku terlahir perempuan. Enak
jadi kamu, mau tattoo dimana pun bisa.”
“Aku
iri dengan mu Lon!! Kamu bebas dengan tubuhmu, tapi aku, semuanya ingin ikut
campur dengan tubuh-ku..Asu!!” tambah Dara menggertak.
“Trus
apa yang salah kalau aku punya panyudara, apa aku harus mengebiri niat-ku hanya
karena aku punya sebuah niatan di bagian itu, gitu??” Dara semakin marah tersentak.
Dara
mengurungkan tawaran kado Palon hari ini, karena permintaan Dara
adalah perkecualian. Tapi Dara tetap akan pergi merajah dada-nya, dan tak perduli
meskipun Palon akan pergi darinya. Dadanya sakit, bukan karena kata
orang bahwa bagian itu lebih terasa sakit untuk di-tatto, tapi karena ia
memiliki panyudara, yang membatasinya untuk mewujudkan niat yang dikumpulkannya dengan mental.
Tidak untuk Dara, ia akan tetap dengan niat tersebut. Titik.
Jakarta,
17 Maret 2012
12:45
WIB
4 komentar:
curhATan pribadi yak? wkwkwkwk
Konstruksi dramatik lah guiiila! hahaha..
tidak semua jeritan hati harus lahir sebagai dendam akan penciptanya..............karena segalanya akan kembali padanya ........dan tidak semua orang mampu menuliskan jeritan hatinya.......Bravo ....untuk kamu Anna Pengagum Mu
terima kasih bang...
Posting Komentar