Ketika Saya Overload

Hanya sekedar muntahan mesin... mungkin sekilas autobiografi, namun terlalu muluk, karena autobiografi dilegalkan bagi yang telah berhasil dalam pencapaian publik.. tapi, setidaknya untuk menghargai sejarah hidup ini,,, dan terangkum dalam Amartaniesme... check my vomit!!!Inilah upaya saya untuk memuntahkan semua yang menggelitik di otak, agar tidak overload dan mengkerak di alam bawah sadar saya sehingga mengganggu saya dengan mimpi-mimpi aneh yang tunggang langgang menjajaki malam-malam saya.

SELAMAT DATANG

untuk menikmati muntahan saya...
Sabtu, 17 Maret 2012

PANYU-DARA


Dara memiliki empat tatto ditubuhnya, dia bilang keputusannya membuat tatto adalah untuk mengidentifikasi tubuh, jika nanti ada yang membunuh dirinya lalu memotong-motong bagian tubuh itu, pasti potongan tubuh adalah  informasi faktual siapa bangkai malang tersebut. Inilah alasan Dara kepada orangtuanya ketika pertama kali memutuskan untuk merajah tubuh mulus dan lembut itu. Tapi waktu itu Ibu sempat mengkhawatirkan pandangan miring orang-orang terhadap anak perempuan satu-satunya yang cerdas ini. Dara bukan berkelenyit, kata-kata untuk menimpali omongan ibunya adalah sindiran pasti atas niatan terbesarnya, ia bilang.

“Ibu yang memberi makan tubuhku, sehingga dapat tumbuh sampai sekarang, aku yang merawatnya, Tuhan, agama, bahkan orang-orang tak punya hak mengatur tubuh mutlak milikku.”

Akhirnya kedua orangtua Dara setuju, ia segera pergi ke Bali, naik kereta ekonomi Sri Tanjung yang sesak dengan bau keringat orang-orang yang kadang sesekali tercium bau pesing dari kamar mandi tak layak pakai, sampailah ia di Stasiun Bayuwangi Baru, lalu berjalan kaki tidak terlalu jauh menuju Pelabuhan Ketapang. Niatnya sangat besar karena itulah bukti pilihan hidupnya, meski waktu mengisyaratkan malam yang larut, pukul setengah sebelas. Setelah berhasil menginjak pelabuhan yang kotor dengan bau amis air laut yang tak jernih itu, ia menaiki bus Damri jurusan Jember – Ubung. Dara pun berhasil menginjak Bali dengan selamat walaupun jalanan terlalu berbahaya untuk dirinya karena ia adalah perempuan dan hanya sendirian. Dara tak peduli biar saja laki-laki bangsat menggodanya, mereka hanya dapat melihat dengan air liur yang terangsang keluar dari mulut bejat, tapi mereka tak kan pernah bisa menyentuh tubuhnya, karena para laki-laki itu tak punya hak barang sedikit pun, tubuh Dara adalah miliknya, Mutlak!!!

Dara pulang ke kota Malang yang kini sama sekali jauh dari anggapan orang bahwa Malang adalah kota dingin, ia senang meruah dengan tatto baru di perutnya, keinginan Dara adalah pilihanya, meski harus terbayar mahal oleh pandangan miring orang-orang yang mulutnya bersuara semburan tai. Gadis berusia dua puluh tiga tahun ini dengan bangganya memamerkan tatto baru kepada orangtua, sambil berkata.

“Ternyata tidak terasa di tatto daripada sakit hati.”

Dara minta pamit pulang ke Jogja untuk menyelesaikan kuliah, tanpa malu ia mengenakan baju yang memperlihatkan sedikit perutnya, sama sekali Dara menghiraukan perempuan-perempuan berkerudung yang mengaku perawan dan suci melempar pandangan yang tercium sangat busuk, seperti bau bangkai tikus yang terjepit di vaginanya.
*

Orang kedua sebagai objek pamer tatto Dara adalah pacarnya. Dia juga bertatto, banyak bahkan, hampir seluruh tubuh, sebenarnya Tapan tak menyetujui Dara yang memutuskan untuk ber-tatto. Tapi larangan itu harus dibuangnya jauh-jauh karena Dara berhasil membuat orangtuanya mengangguk setuju, Tapan kalah telak.

“Bagus Dik.”

“Perjuanganku ga rugi untuk pergi ke Bali. Artis tatto-nya Bernie Luther lho.”

“Enak ya artist tattonya bisa pegang tubuhmu.”

“Coba kamu ulangi lagi!!” Dara mulai naik pitam dengan pernyataan Tapan.

“Aku nglarang itu sebenarnya demi kebaikan-mu, aku ga rela orang lain megang tubuh kamu, karena kamu itu milikku, cuma aku yang berhak pegang dan menikmati tubuhmu Dik.”

“Asu... he.. Su...Asu, aku bukan lonthe pribadimu yang memberi tubuhku dengan gratis.”

“Aku ga minta bayaran sekarang, tapi mulai saat ini lebih baik kamu pergi ke Pasar Kembang aja.” Kemarahan Dara memuncak.

Dara menampar Tapan lalu pergi dari kos Tapan yang dipenuhi kertas-kertas sketsa tatto berserakan serta beberapa lukisan karya Tapan yang di pajang di tembok kombinasi warna merah hitam ruangan kos berukuran 4 x 6, yang bebas untuk mempraktikan prostitusi gratisan.  Dara sudah pasti memutus Tapan, ia hanyalah laki-laki tak berguna dan tak pantas untuk disimpan  sebagai partner kelamin, karena Tapan sama sekali tak menghargai perempuan dan hanya mempertimbangkan sayang terhadap Dara dari segi tubuhnya belaka, ditambah lagi Tapan itu tidak adil memperlakukan Dara, ia ber-tatto tapi melarang Dara. Kata Asu terlalu lembut untuknya, Dara menyebut Tapan Iblis Jahaman. Sebelum pergi Dara meninggalkan kalimat terakhir untuk Tapan.

“Aku memang butuh sex karena alat reproduksiku telah aktif bekerja, tapi aku butuh seseorang yang punya hati, karena sex itu sensitif dan berhubungan dengan hati. ASU!!!

“Kau telah menikmati kelaminku, itu sama artinya dengan hati-ku. Dan di dalam hati-ku telah yakin untuk memutuskan sebuah tatto ditubuhku.” Dara menambah kalimatnya dengan geram.
*

Tidak kurang dari satu bulan, Dara berhasil melupakan Tapan laki-laki tak berguna itu, sebenarnya banyak kesamaan antara Tapan dan Dara, sama-sama beralkohol, sama-sama ber-marijuana, tapi tidak sama-sama menjaga komitmen dengan hubungan sex mereka, Tapan itu merupakan  laki-laki bispak asu. Berbeda dengan Dara, meski ia pernah melakukan hubungan sex sengan orang lain, tapi Dara tak lantas meninggalkan laki-laki itu tanpa hati, karena Dara melakukannya dengan hati, lalu Dara memberi pengertian bahwa ia memang punya pacar, Dara dan laki-laki lain itu mengkomunikan sebuah keputusan untuk kebaikan ke depan, Dara kembali kepada Tapan juga, kala itu. Pertimbangan Dara untuk memutus Tapan saat ini tepat, kecuali jika Tapan menepati komitmen mereka.

Keberhasilan Dara melupakan Tapan membuatnya kini bertemu dengan Palon, ia adalah laki-laki ideal menurut Dara, bersama Palon ia menambah koleksi tatto-nya. Palon tak pernah menuntut apapun, tak pernah melarang bagaimapun, tak pernah memberi sekat sekalipun. Dara sangat nyaman berada diposisinya bersama Palon. Mereka berhasil menjalin hubungan lebih dari dua tahun, tanpa ada pertengkaran sekalipun.
*

Umur Dara kini bertambah dua tahun. Ia sangat senang menyanyikan lagu Kozmic Blues sekarang karena terdapat kalimat yang mengisyaratkan usianya.

Dawn has come at last, Twenty-five years, honey just in one night, oh yeah. Well, I’m twenty-five years older now. So I know we can’t be right. And I’m no better, baby. And I can’t help you no more. Than I did when just a girl.” 

Hari ini ulang tahun Dara, dikamar kosnya yang lebih tepat sama sekali tidak seperti kamar kos cewek pada umumnya, ia berniat bersih-bersih sambil berteriak tidak jelas menirukan syair lagu Kozmic Blues. Usia baru harus dengan suasana baru, ada satu niatan lagi, yaitu tattoo baru. Dua tahun ia mengumpulkan mental untuk merajah dada-nya, katanya adalah bagian yang sakit untuk di-tatto. Demi hari ini, demi usia barunya, demi mental-nya, Dara harus membuat kado terindah untuk dirinya sendiri.

Teriakan Dara yang sok nge-blues terhenti dengan suara ketukan pintu, ini lebih baik karena suara itu sangat fals, mungkin Janis Joplin akan marah mendengar Dara menyinyikan lagunya dengan sangat jelek. Palon datang membawa black forest dengan satu lilin menyala. Dara tersipu lalu meniup api itu.

“Kok lilinnya cuma satu, umurku kan dua lima sekarang??”

“Untuk satu permintaan kamu yang akan kukabulkan hari ini.”

“Sweet.. Palon!”

“Ayo buruan, kamu mau minta apa?”

“Oke, ini sebuah obsesi terpendam atas mental yang telah ku kumpulkan lama.”

“Apaan tuh?”

“Tatto roda darma dengan tulisan horizontal semoga semua makhluk berbagia memakai huruf jawa di dada, tepat di atas panyudara.”

“Kenapa harus di situ? Ga nyari tempat lain?”

“Kenapa emang?”

“Pasti panyudara mu kepegang dong pas di-tatto.”

“Kamu kok mikir gitu sih? Aku pikir kamu tuh…”

“Cukup Ra.. aku ga iklas kalau tempatnya di situ.”

Hari ulang tahun yang membuat dada Dara tersentak, ia pikir Palon benar-benar laki-laki yang setuju dengan prinsip Dara. Bahwa tubuh adalah mutlak miliknya, agama, sosial, bahkan Tuhan tidak berhak ikut campur atas tubuhnya. Tapi Dara salah.

“Apa yang salah dengan panyudara?”

“Gila, itu tempat sensitif perempuan.”

“Aku ga minta dada-ku menonjol, itu cuma kebetulan karena aku terlahir perempuan. Enak jadi kamu, mau tattoo dimana pun bisa.”

“Aku iri dengan mu Lon!! Kamu bebas dengan tubuhmu, tapi aku, semuanya ingin ikut campur dengan tubuh-ku..Asu!!” tambah Dara menggertak.

“Trus apa yang salah kalau aku punya panyudara, apa aku harus mengebiri niat-ku hanya karena aku punya sebuah niatan di bagian itu, gitu??”  Dara semakin marah tersentak.

Dara mengurungkan tawaran kado Palon hari ini, karena permintaan Dara adalah perkecualian. Tapi Dara tetap akan pergi merajah dada-nya, dan tak perduli meskipun Palon akan pergi darinya. Dadanya sakit, bukan karena kata orang bahwa bagian itu lebih terasa sakit untuk di-tatto, tapi karena ia memiliki panyudara, yang membatasinya untuk mewujudkan niat yang dikumpulkannya dengan mental. Tidak untuk Dara, ia akan tetap dengan niat tersebut. Titik.

Jakarta, 17 Maret 2012
12:45 WIB




4 komentar:

Fandy Hutari mengatakan...

curhATan pribadi yak? wkwkwkwk

Amartanie Oktaviana mengatakan...

Konstruksi dramatik lah guiiila! hahaha..

fran,s mengatakan...

tidak semua jeritan hati harus lahir sebagai dendam akan penciptanya..............karena segalanya akan kembali padanya ........dan tidak semua orang mampu menuliskan jeritan hatinya.......Bravo ....untuk kamu Anna Pengagum Mu

Amartanie Oktaviana mengatakan...

terima kasih bang...

Posting Komentar

 
;