Tweet |
#1
Aku
tak lebih baik dari seekor babi, rakus, dan berhasrat liar melepas dahaga
dalam pelukan babi-babi yang lain, tak peduli lawan ataupun sejenis. Entah apa
yang membuat hasratku waktu itu menggelegar liar, yang ku tahu, aku enggan dan
sama sekali tak ada ingin untuk meninggalkanmu, aku sungguh menginginkanmu
selamanya.
Aku seperti berada dalam
lingkaran setan, serasa bahagia namun tersiksa, lalu menghancurkanku,
berkeping-keping. Kau kekasihku saat aku benar-benar lugu, dan keliaranku
datang memisahkan dirimu dariku tanpa inginku. Sungguh masih lugu kala kau
mengajariku mencicipi arti cinta dan dosa. Lalu dosa itu mengusikku, menumpuk
dan menenggelamkanku dalam jiwa terpuruk, hingga apa arti dosa, hilang sudah
di atas kesadaran jiwa.
Titik,
entah apa seketika tiba, sungguh dingin pelukanmu, tak berasa. Aku lari, lari
ke dalam sesuatu yang hangat dan nyaman serasa di diri, dan aku tiba-tiba
menjadi seekor babi, memeluk babi-babi lain dalam hasrat rasa nyaman yang
kucari. Sangat sadar aku menyakitimu dalam ke-babi-an ku. Babi-babi lawan
jenis itu memberi selimut hangat, namun sama sekali aku tak mengiginkannya
untuk menemaniku hidup, hanya kamu inginku.
Titik, entah apa datang lagi
dalam kegelisahan dan rasa sayangku padamu, semakin tak berasa pelukanmu juga
babi-babi lawan jenis itu, ku rengkuh babi sejenis yang membuatku terbius. Asing, namun hangat menemani jalanku yang tergopoh-gopoh mengejarmu. Tak ada
ingin lagi dalam diri mengajak babi sejenis itu untuk hidup bersamaku, dan
hanya kamu.
Semakin aku sadar bahwa diri ini enggan lepas darimu, aku
mengiginkanmu kala pada titik itu, tapi aku enggan meninggalkan hidupku yang
menjadi tak lugu, dan aku kembali pada babi tak sejenis. Nyaman, lagi-lagi aku
enggan untuk hidup selamanya dengan babi itu, hanya kamu, hanya kamu. Lalu kamu
memilih meninggalkanku saat jiwa terpuruk dan sakit menggigit. Saat kesadaran
otakku terpotang-panting di antara hidupku yang tak lugu, dan kamu
menyalahkanku, karena aku memilih menjadi babi, karena aku tak memilih
pilihanmu yang mengaku bukan seekor babi, dan aku membalikkan lembar
ketidaktahuanku sampai aku tersebut menjadi babi rakus tak terurus.
Yah,
tumpukan dosa yang menenggelamkanku dan meng-kerak di atas palung terdalam, dosa
yang aku tahu setelah mengenalmu, hingga berani aku bilang bahwa babi itu
sebenarnya tersemat dalam jiwamu namun meledak dalam jiwaku. Terselamatkanlah
dirimu, akhirnya dalam jiwa yang tersemat itu, tak ada yang menyebutmu
babi. Tinggallah diriku sendiri, sepi, merintih dengan julukan babi rakus tak
terurus, menjelmalah kini dirimu dalam
kebahagian bersama dewi terpilih yang membawamu melayang utuh tanpa
memperlihatkan ke-babian.
#2
Dan
julukan babi itu masih melekat padaku, sampai pada saat itu kutemukan bukan
se-ekor babi menawariku membopong berjalan dalam kepincangan. Meski inginku tak
sepenuhnya hilang untuk bersamamu, bukan se-ekor babi itu, memberiku hidup
baru, walaupun dalam ketidakluguanku, akhirnya aku tak menjadi se-ekor babi yang
rakus, hanya dia dalam jalanku kini, aku sebut diriku singa betina, aku liar
namun hanya dialah tumpahan hasrat jiwa, dan dialah singa jantanku.
Detik
demi detik yang lambat kuhapus inginku untuk memilikimu, aku hanya mau
berjalan dengan singa jantanku meskipun dia keras dan sewaktu-waktu mampu
menerkamku, tapi kusanggupi untuk menjadi singa betina yang setia.
Dan
apakah mungkin aku salah dalam ke-singa-an ku?
dan
apa mungkin aku salah menyebutnya singa jantan?
Singa
jantanku tersandung dan menjelma menjadi babi, bersama babi betina ia
menumpahkan hasrat, apakah singa jantanku muak dengan keliaranku sebagai
se-ekor singa betina? yang terlihat tak lembut, kusut, tidak seperti seeokor
babi betina dengan kulit lembut semu merah kemudaan, selayaknya boneka babi
yang lucu dengan pita terikat cantik di salah satu telinga tipisnya yang
menggoda. Dan tak sepertiku jika menjadi sebuah boneka singa, tak akan pernah
terlihat cantik.
Singa
jantanku menyesal telah berguling dalam lumpur kandang babi, kini ia bukan
singa lagi yang setia. Ia harus menanti untuk menemani menggendong anak
babi. Bagiku, singaku kembali menjadi singa jantan. Nantilah, apakah ia lahir
menjadi singa atau babi.
Aku
pun masih terdiam melihati kegetiran dalam ke-singa-an ku kini… dan aku tetap
menjadi singa betina… bukan lagi babi rakus…
Setelah
babi yang menjelma menjadi singa jantan itu menanti, sama seperti diriku yang
menanti menyaksikan apakah dalam perut babi betina itu penuh keajaiban dan
melahirkan anak singa... ternyata benar dirimu adalah babi sama seperti babi
betina,, itulah benihmu... anak babi.
Yogyakarta, Juni 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar