Tweet |
The Inferiority of Women
Superior dan inferior, kuat dan lemah, laki-laki dan perempuan, adalah stereotipe hasil konstruksi budaya dalam suatu sistem sosial, meskipun kita tahu bahwa hal tersebut tak mutlak dalam setiap budaya yang berkembang di berbagai tempat. Pelabelan beroposisi biner di atas seolah adalah hal yang ideal dalam kehidupan bermasyarakat, terutama budaya timur,
setiap materi berpasangan dan mendapat satu bagian masing-masing. Contoh yang disebut ideal dalam kehidupan bermasyarakat ini, adalah bahwa laki-laki mendapat pelabelan superior, kuat dan lain sebagainya, sedangkan perempuan adalah yang lemah, sensitif, merupakan mahkluk inferior. Bagaimana dengan manifestasi dari penelitian oleh seorang laki-laki bernama Ashley Montagu yang menulis buku berjudul The Natural Superiority of Women.
Dalam buku tersebut, menjelaskan bahwa secara alami perempuan lebih superior dibandingkan dengan laki-laki. Penjelasannya kira-kira seperti ini: adalah fakta bahwa perempuan dapat melahirkan, merawat, dan mempunyai ketahanan emosional yang luar biasa, dan ini yang menyebabkan ia menjadi makhluk yang sebenarnya lebih unggul dari laki-laki. Montagu berpendapat bahwa “kelebihan” perempuan ini telah diteliti dan diuji berulangkali. Dalam kehidupan, perempuan mempunyai ketahanan mental yang luar biasa. Banyak kisah di berbagai tempat yang menggambarkan seorang ibu yang harus survive, merawat anak sekaligus mencari nafkah untuk kelanjutan pendidikan anak dan juga keberlangsungan keluarganya. Kesuksesan keluarga tunggal lebih sering ditemui dalam keluarga yang dipimpin oleh seorang ibu sebab sosok ibu lebih sering membela mati-matian anak-anaknya yang ditinggal oleh suaminya. Sebaliknya, seorang ayah yang ketika ditinggal atau meninggalkan istrinya, hal pertama yang ia lakukan adalah mencari istri baru agar dapat merawat anak-anaknya dan dirinya sendiri.
Ada satu testimoni terlontar dari seorang laki-laki mengenai pendapat di atas: “seandainya aku ditinggal mati oleh istriku dalam keadaan melahirkan, sementara anak kami yang baru lahir tersebut membutuhkan perawatan, setidaknya asupan gizi, yaitu susu. Dan aku memilih menikah demi anakku, agar dia mendapat susu serta asupan gizi yang cukup karena aku tak memiliki itu. Buah dada yang memproduksi susu”
Beberapa hal kodrati yang dimiliki perempuan, antara lain: menstruasi, mengandung, melahirkan, menyusui. Dalam suatu keputusan yang diambil laki-laki di atas, bahwa ia ditinggalkan istrinya lalu menikahi perempuan karena ia tak memiliki buah dada sehingga tak bisa menyusui, adalah alasan yang kondrati. Namun apakah seorang perempuan rela, dinikahi hanya demi susu, dan bukan dinikahi atas pertimbangan kepribadian seorang perempuan tersebut. Itu sebuah pilihan.
Jika hal tersebut saya alami, jangan nikahi saya, saya akan memberikan gratis susu saya untuk anak anda. Dan bukan untuk anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar